
Ilustrasi mencuci wajah. Sumber: Karolina Grabowska from pexels.com
Tahap pertama dalam basic skincare adalah cleansing, alias mencuci muka. Debu, sel kulit mati, keringat, dan sebum berlebih dapat disingkirkan dengan bantuan cleanser atau sabun. Teman-teman pasti sudah tidak asing dengan istilah gentle cleanser. Bagaimana tidak, penggunaan gentle cleanser selalu ditekankan oleh seluruh dunia skincare. Apa pentingnya gentle cleanser, dan bagaimana suatu cleanser dapat dibuat menjadi gentle?
Kulit berisiko teriritasi saat cleansing
Membersihkan piring dan baju yang adalah benda mati tentu saja relatif lebih sederhana daripada kulit yang adalah jaringan hidup. Cleanser memiliki kemampuan membersihkan berkat komponen bernama surfaktan, yakni kelompok senyawa yang memiliki bagian penyuka air dan bagian penyuka minyak. Sifatnya tersebut memungkinkan kotoran untuk bercampur dengan air sehingga dapat disingkirkan dengan bilasan air.

Namun, surfaktan tidak memiliki kemampuan untuk membedakan asal dan jenis minyak yang diikatnya. Saat cleanser digunakan pada permukaan kulit, lipid dan korneosit dari skin barrier dapat ikut terikat oleh surfaktan dan tersingkirkan saat dibilas. Selain itu, surfaktan juga bisa menyelinap masuk di antara korneosit skin barrier, berikatan dengan lipid dan protein (terutama NMF; natural moisturizing factors) dalam skin barrier. Jika tidak dibatasi, kedua hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada struktur skin barrier.

Meskipun demikian, teman-teman tidak usah khawatir. risiko kerusakan skin barrier dapat diminimalkan dengan pemilihan formula cleanser yang gentle dan penggunaan cleanser yang tepat. Yuk, simak hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperoleh formula cleanser yang gentle!
1. Pemilihan jenis dan komposisi surfaktan
Secara umum, surfaktan digolongkan berdasarkan muatan elektronik pada kepala hidrofiliknya. Keempat jenis surfaktan adalah:
- Surfaktan anionik—bermuatan negatif.
- Surfaktan kationik—bermuatan positif.
- Surfaktan amfoterik / zwitterionik—bermuatan positif dan negatif.
- Surfaktan nonionik—tanpa muatan.

Surfaktan anionik adalah jenis yang paling umum digunakan berkat kemampuan membersihkannya dan membusanya yang sangat baik. Sayangnya, justru karena kemampuan membersihkannya yang tinggi, surfaktan anionik merupakan jenis surfaktan dengan risiko mengiritasi kulit tertinggi. Jika jenis surfaktan diurutkan berdasarkan kemampuan membersihkan dan risikonya mengiritasi kulit, maka:
Surfaktan anionik > Surfaktan amfoterik > Surfaktan nonionik
*Surfaktan kationik tidak diperhitungkan karena tidak digunakan dalam pembersih kulit
Sebuah cleanser yang baik harus minim risiko mengiritasi kulit tapi tetap memiliki kemampuan membersihkan yang baik. Tugas dari formulator adalah menemukan komposisi surfaktan yang menghasilkan formula cleanser yang seimbang. Salah satu usaha yang sering dilakukan untuk mencapai keseimbangan itu adalah dengan menggunakan kombinasi surfaktan anionik dengan surfaktan nonionik.
2. Menyesuaikan pH cleanser dengan pH skin barrier
Skin barrier memiliki pH alami dalam rentang 4,5–5,0. Keasaman dari skin barrier merupakan faktor penting dalam kesehatan kulit karena berpengaruh terhadap aktivitas enzim penyintesis lipid dan kemampuan kulit untuk menghambat pertumbuhan mikroba jahat. Jika pH skin barrier meningkat (membasa), ketegaran skin barrier akan terganggu.
Penggunaan cleanser dengan pH tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab peningkatan pH kulit. Pada sabun batang tradisional, senyawa surfaktan terbentuk dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat. Proses pembuatan tersebut menghasilkan sabun dengan pH tinggi, umumnya dalam rentang 8–10.

Untungnya, kebanyakan sabun modern memiliki formula dengan pH sekitar atau kurang dari 7 (netral–asam). Formula cleanser yang asam dapat dicapai berkat penggunaan surfaktan sintesis yang dikenal sebagai syndet.
3. Membentuk surfaktan sebagai micelle
Salah satu cara surfaktan mengiritasi kulit adalah dengan menembus permukaan kulit dan berikatan dengan lipid serta protein dalam skin barrier. Dalam keadaan normal, surfaktan hanya mampu mempenetrasi kulit dalam bentuk monomer. Maka dari itu, surfaktan dalam cleanser dibuat dalam bentuk micelle agar mencegah penetrasi surfaktan ke dalam kulit.

Micelle dapat terbentuk spontan dengan menambahkan surfaktan ke dalam formula dalam jumlah di atas CMC (critical micelle concentration). Kebanyakan cleanser modern mengandung surfaktan dengan konsentrasi berkali-kali lipat dari CMC-nya, sehingga surfaktan seharusnya sudah berbentuk micelle.
Yang menjadi tantangan berikutnya adalah menstabilkan struktur micelle untuk meminimalkan timbulnya monomer dari penguraian micelle. Struktur micelle dapat distabilkan antara lain dengan menggunakan kombinasi surfaktan untuk menurunkan CMC, dan menambahkan polimer ke dalam formulasi cleanser.
4. Menambahkan bahan bersifat moisturizing
Bahan-bahan yang bersifat melembabkan atau moisturizing dapat ditambahkan ke dalam formula cleanser untuk meminimalkan efek iritasi, membantu memperbaiki kerusakan akibat surfaktan, atau bahkan untuk memberikan keuntungan tambahan bagi kulit.
Untuk mencegah cleanser mengangkat lipid skin barrier, micelle dapat “diisi” terlebih dahulu dengan menambahkan lipid lain ke dalam formula. Selain itu, lipid di dalam cleanser juga dapat terdeposit ke dalam skin barrier untuk memberikan efek melembabkan pada kulit. Bahan-bahan bersifat humektan seperti gliserin dan asam amino juga dapat ditambahkan untuk membantu memperbaharui NMF yang hilang setelah cleansing.
Performa gentle cleanser ditentukan oleh keseluruhan formulanya
Pada akhirnya, yang menentukan efektivitas dari suatu cleanser adalah keseluruhan formulanya. Komposisi yang tertera pada kemasan dapat memberikan petunjuk mengenai performa produk, tapi yang terpenting adalah interaksi antara masing-masing komponen sebagai satu formula. Berikut adalah rangkuman strategi teknologi pembuatan gentle cleanser, dilansir dari Ananthapadmanabhan dkk (2019):
